Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Mindfulness and our Limited Time


Sejak setahun terakhir, aku mulai concern sama isu "mindfulness". Mindfulness bertujuan untuk menenangkan pikiran dengan berfokus pada kondisi yang ada saat ini.

Secara ga sadar, ternyata aku udah tau konsep mindfulness dari tahun 2014-2015 saat kali pertama baca buku Positive Intelligence-nya Shirzad Chamine. Di buku itu dibilang, kalau kita mulai overthinking, coba deh ubah fokus ke anggota tubuh kita. Rasakan genggaman jari jemari kita. Rasakan dinginnya ubin tempat kita duduk. Rasakan sensasi dingin mint pasta gigi saat kita gosok gigi. Rasakan tiap gigitan dan kunyahan ketika kita makan. Rasakan semilir angin yang berhembus.

Mengubah fokus ke kondisi aktual yang sedang kita lakukan membuat kita hadir secara utuh dalam kondisi dan waktu sekarang, detik ini, di tempat ini.

Sayangnya, pikiran kita yang udah terbiasa travelling ke masa lalu atau masa depan kadang justru di awal nolak untuk hadir menikmati momen yang ada sekarang. Padahal, kalau dipikir, apa susahnya sih tinggal merasakan momen yang saat ini sedang dihadirkan di hadapan kita?

Hal ini juga ternyata berpengaruh pada cara kita menyikapi sebuah masalah.


Fight or Flight

Beberapa tahun lalu, aku pernah merasakan patah hati yang mendalam karena pria yang secara diam-diam aku kagumi, menikah dengan orang lain. Ada sesak yang menusuk di dada. Aku dihadapkan pada pilihan tidak datang ke undangannya lalu terus-terusan denial atau datang saja hadapi apapun yang ada lalu berupaya untuk move on. Aku memilih pilihan kedua.

Saat menjabat tangan istrinya, hatiku bergemuruh. Degupnya seperti gunung berapi yang sedang erupsi dan hendak mengeluarkan letusan yang hebat. Air mata hampir tumpah, tapi syukurnya masih tertahan. Baru kali itu aku merasa jabatan tangan dan do'a untuk sepasang pengantin itu begitu sakral dan membekas.

Pulang dari rumahnya, aku merasakan sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Rasa lega yang sangat dalam. Semua rasa patah dan sakit seketika luruh. Gemuruh debaran yang sebelumnya seperti gunung meletus langsung redam dan dada menjadi lebih lapang. Akhirnya, aku bisa melewati momen ini dan melepaskan dengan ikhlas apa-apa yang memang tidak ditakdirkan untuk menjadi milikku. Kelak, ini akan jadi masa lalu dan kita harus terus melangkah maju.

Berusaha untuk menghadapi setiap rintangan di depan mata adalah bentuk mindfulness juga. Pilihan fight or flight yang selalu dihadapkan ke kita sejatinya adalah sebuah pilihan yang harus diambil dengan berani. Pada case di atas, aku memilih fight. Hadapi, hayati, nikmati. Sebuah konsep perjuangan yang sejak SMA secara tidak sadar sudah aku terapkan dalam kehidupan.

Untuk case yang berbeda, aku beberapa kali berproses ta'aruf dengan seseorang tapi masih gagal. Saat proses tersebut berakhir, aku dihadapkan dengan pilihan bersikap dewasa dan biasa saja setelah ini, atau putuskan kontak dengannya dan jangan berhubungan lagi dengan dia.

Berakhirnya sebuah proses pasti memberikan rasa sakit dan kecewa yang tidak menyenangkan. Tapi saat dihadapkan dengan dua pilihan tadi, aku memilih yang pertama. Kelak, ini akan jadi masa lalu dan kita harus terus melangkah maju. Aku tetap berhubungan baik dengan orang-orang itu. Menjalin komunikasi yang baik tanpa ada rasa menyesal dan tanpa ada keinginan mengulang apa yang telah terjadi.

Don't bring old feelings into new experinces.  -Anonim

Jangan pernah sekalipun membawa hal-hal negatif yang ada di masa lalu ke masa depan. Walau ini sangat sulit karena kepribadian dan karakter kita hari ini adalah kumpulan respon atas kejadian-kejadian di masa lampau. Trauma-trauma yang sudah terlanjur membekas itu sangat sulit untuk kita lepas.

Maka, belajar mindful dengan fokus masa sekarang bisa jadi salah satu solusi untuk kita belajar menerima setiap takdir yang Allah beri tanpa harus merutuk akan apa yang telah terjadi atau khawatir berlebihan pada apa yang belum terjadi.

Berpikir tentang masa lalu boleh untuk refleksi dan mengambil hikmah. Berpikir tentang masa depan juga boleh untuk menyusun rencana-rencana kehidupan demi menggapai goal akhirat mendapat keridhaan-Nya. Keduanya boleh, asal tidak berlebihan dan tidak membuat kita lupa bahwa kita hidup pada hari ini dan punya tugas untuk menghidupkan hari ini pula.


Limited Time

Kebiasan mindful juga menurutku berefek pada bagaimana kita memaksimalkan apa yang ada sekarang. Kontrak kerja waktu tertentu yang biasanya diperbarui per 1 tahun, membuatku sadar bahwa sebenarnya kita hanya punya waktu 1 tahun untuk bekerja. Setelah 1 tahun berlalu, kita bisa jadi tidak dilanjutkan atau tidak mau melanjutkan kontrak.

Waktu yang singkat dan terbatas membuat kita lebih produktif dalam menyusun rencana dan mengesekusinya. Dalam setahun, kita ingin memberikan dampak atau perubahan apa. Dalam setahun, apa saja yang kita bisa lakukan. Dalam setahun, bagaimana cara paling efektif dan efisien agar dampak itu bisa terasa walau masih sedikit. Begitulah kira-kira pertanyaan yang sering bergaung di kepalaku.

Sehingga, tanpa kusadari, dalam setahun terakhir ketika aku menjadi fasilitator beasiswa, aku berusaha memberikan semua potensi dan kemampuan yang kupunya demi para penerima beasiswa mendapatkan banyak pengalaman baru dan merasakan banyak golden moments. Selama setahun belakangan, hidupku dan hidup mereka penuh dengan petualangan dan hal-hal baru yang baru kami rasakan saat itu.

Sejauh ini, mindfulness ternyata memberikan banyak efek baik padaku. Tidakkah kamu ingin merasakannya juga, Readers?


Salam Semangat :)
Ida Mayasari

Komentar

  1. Seperti biasa, kak ida selalu keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks a ton, Liv! Alhamdulillah hadza min fadhli rabbii..

      Hapus
  2. Ternyata Ida pernah jatuh cinta. Semoga segera berguguran d jalan jomblow 😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiiin~ terima kasih atas doa baiknya 😂

      Hapus
  3. Siapa ya org nya boleh tau ndak??

    BalasHapus

Posting Komentar

jangan sungkan untuk berkomentar ya :)

Postingan Populer