Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Enam Bulan Paling-Paling


Enam bulan belakangan ini beneran jadi enam bulan tersibuk sepanjang tiga tahun belakangan sejak aku lulus kuliah.

Memutuskan punya dua pekerjaan: sebagai program officer (yang sebenernya ngerjain kerjaan program manager juga) plus jadi fasilitator pembinaan beasiswa ternyata nggak semudah yang ada di bayangan.

Kerja di dua lembaga yang berbeda kadang bikin dilema. Memang dua lembaga ini beda fokus, cuma mirip. Ditambah lagi, satunya full time 8-17, satunya part time dengan waktu yang fleksibel.

Lucunya, yang part time justru lebih nguras otak, menyita pikiran, dan ngabisin tenaga. Jelas karena aku langsung yang jadi fasilitator dan turun ke lapangan berhubungan dengan penerima manfaat. Yang full time, cukup jadi atasannya fasilitator yang kerjaannya di kantor aja.

Uniknya lagi, ngerjain sesuatu yang kita suka (in this case, pembinaan SDM) walaupun kita capek, tapi capeknya itu ditutup dengan kepuasan. Ngeliat penerima manfaat yang dibina itu tumbuh dan berkembang itu bikin haru. Kayak gitu mungkin rasanya punya anak. Wkwk.

Di sisi lain, sebagai seorang program officer/manager (or whatever you named it), yang kudu mastiin program harus jalan sesuai timeline dan Logical Framework Analysis, buat aku mikir banyak hal lebih strategis dengan helicopter view. Azeg.

Jadi, aku dapet 2 perspektif: sebagai Fasilitator dan sebagai Program Manager. Dua hal yang saling berkaitan dan menguatkan.

Tapi, jujurly. Aku apply kerjaan part time juga salah satu alasannya adalah supaya bisa ngerasain jadi fasilitator/project officer beneran. Dan rasanya... Nano-nano. Wkwk.

So, here we are.

Enam bulan paling sibuk telah terlewati. Dilema masih dijalani. Uji coba strategi pembinaan/pemberdayaan juga masih terus dilakuin.

Enam bulan paling produktif dan bikin banyak mikir. Ternyata, aku masih bodoh, kurang ilmu dalam banyak hal. Masih harus terus belajar.

Untuk bermanfaat bagi umat, ternyata tidak hanya butuh mewakafkan apa yang telah ada dalam diri kita saja. Tapi juga harus mendorong diri mendapatkan kapasitas dan kompetensi lain yang belum kita miliki. 

Allah, ridhailah bagian hidupku yang satu ini.


IM

Komentar

Postingan Populer