Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Kisah Pohon Jambu


Ini pohon jambu yang mulai ditanam di halaman rumah beberapa tahun lalu. Pada masa jayanya, dia pernah berdaun lebat dan berbuah banyak. Sebagaimana jambu madu lainnya, rasa buahnya manis. Semanis senyummu. *eh

Lama kelamaan, dia tak lagi berbuah. Berdaun pun selalu rusak daunnya. Ternyata, ada hama yang mengganggu. Saya coba semprot cairan pengusir hama, tetap begitu. Daunnya tetap tumbuh banyak, tapi selalu rusak. Karena saya tidak telaten merawat tanaman, si pohon jambu ini harus bertahan hidup penuh penderitaan selama berbulan-bulan.

Saya berpikir, apa harus dipindah ke tanah yang lebih luas? Tapi, sisa lahan tanah di halaman rumah kami tidak cukup untuk menampung si pohon jambu yang cukup besar ini. Apa di lahan belakang rumah saja? Tapi itu lahan punya orang. Wkwk.

Sampai akhirnya, akhir tahun lalu, kakak saya yang pernah menanam pohon jambu berkata, "Udah lah, Dek Ida. Ditebang aja. Diganti pohon baru."

Sebenarnya sedih jika harus menebang si pohon jambu. Tapi dari pada dia hidup menderita begitu, sepertinya memang lebih baik ditebang.

Beberapa pekan lalu, ketika jadwal berkebun (yang sekian bulan sekali, wkwk), saya bilang ke Noni, teman serumah, "Kakak mau tebang pohon ini. Tapi, dia terlihat mau berbuah. Sudah ada bunganya. Gimana ya, Non?"

"Kak, jangan ditebang. Sayang."

Daunnya sudah meranggas. Akibat jarang disiram. Saya belum move on dari musim hujan. Padahal, sekarang sudah masuk musim panas. Allahummaghfirli. Saya kutip semua daunnya. Hanya 1-2 daun yang tersisa di ranting. Bunganya mulai menguning. Apakah kau benar akan berbuah, duhai Pohon Jambu?

Saya gemburkan lagi tanahnya, maksudnya biar enak nyabut dari akarnya. Tapi kemudian, saya tidak menemukan cara untuk mencabut pohon jambu ini. Akarnya terlalu kuat melekat ke tanah di pot. Butuh bantuan pihak lain untuk menariknya dari tanah. Tapi kan Noni nggak mau pohonnya ditebang. Saya menyerah. Saya tunda dulu sesi menebangnya. Jadwal berkebun selanjutnya saja.

Kemarin, saya sapu daun-daunnya yang berguguran. Tapi, ada yang mengejutkan. Buah jambunya semakin membesar. Walau meranggas, dia tetap tumbuh. Beberapa hari belakangan memang hujan deras. Ar-Razaq memang selalu memberi rezeki yang cukup untuk semua makhluk-Nya.

Hari ini, Jura mengirim foto ini.

Si buah jambu yang memberikan hikmah: seputus asa apapun orang lain dengan nasib hidup kita, tak apa. Asal kita tak pernah berputus asa akan rahmat-Nya.

14 Februari 2021
Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer