Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

15 Tahun Pertama


Ini adalah catatan random dari orang yang pikirannya suka terbang kemana-mana. Overthinkingnya suka kejauhan. Sampai akhirnya jatuh ke topik ini. Topik yang meresahkan saya sejak beberapa tahun lalu.

Saya punya kekhawatiran tersendiri soal 15 tahun awal kelahiran seorang anak laki-laki ke dunia. Ya dari pada khawatir terus, mending ditulis aja kan ya. Siapa tau ada yang mau nampung terus ngasih solusi yang menenangkan.

Dalam islam, 15 tahun adalah batas usia baligh bagi anak laki-laki. Dan, harusnya aqilnya juga. Setelah 15 tahun, anak harusnya sudah paham akan hal baik dan buruk. Sudah bisa menghidupi minimal dirinya sendiri. Sungguh waktu yang sangat singkat.

Di sisi lain, jarang sekali kita temui anak  laki-laki yang usia 15 tahun sudah hidup dengan keringatnya sendiri. Yang ada, justru seorang remaja yang masih sekolah. Baru tamat jenjang SMP atau mungkin baru masuk SMA.

Dengan sistem pendidikan negeri kita yang  menganut wajib belajar 12 tahun, lagaknya keputusan anak berdikari di usia 15 tahun jadi agak sulit. Bukan berarti nggak bisa.

Saya sendiri merasa khawatir mungkin karena kapasitas keilmuan yang masih sangat kurang untuk bahasan pendidikan anak. Masih perlu belajar banyak.

Terutama, soal alternatif pendidikan anak selain sekolah formal 12 tahun. Apakah lebih nyaman sekolah alam? Home schooling? Ibu yang mengajar di rumah?

Ah, semuanya masih abu-abu. Saya merasa belum punya cukup referensi untuk semuanya. Belum percaya diri.

Tapi, seenggaknya hal-hal itu sudah kepikiran sekarang. Jadi, ketika nanti masanya benar tiba, semoga saya sudah punya cukup bekal.

Semoga.


Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer