Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Tahan Unggah Komidi Putar


Dua tahun lalu, saya pernah menulis tulisan tentang fenomena pasutri baru yang secara intens mengunggah foto kemesraan di sosial media. Baca Halal.

Tiga tahun berlalu, fenomena itu semakin hangat, terutama di timeline saya pribadi. Ini memang sudah masuk masa musim menikah bagi angkatan 90-an.

Saya paham, sebagian orang mengungkapkan kebahagiaan dengan mengunggah sesuatu ke sosial media. Dan mengungkapkan kesedihan dengan menyembunyikan semua hal yang menurutnya memicu kesedihan.

Pada dasarnya, semua kembali pada niat si pengguna. Ingin memotivasi, menambah informasi, promosi usaha, pamer, atau apapun itu bentuk niat kita dalam mengunggah sesuatu ke sosmed, semuanya sah-sah saja. Toh sosmed memang diciptakan untuk berbagi apa saja.

Tapi saya pribadi, memilih langkah yang mungkin agak berbeda dari kebanyakan.

Saya meyakini bahwa hal-hal yang sudah dibiasakan lama-kelamaan akan menjadi refleks. Ingat ketika kita sedang gandrung berselancar di facebook? Setiap buka handphone, secara refleks jemari mengarah ke icon facebook. Padahal, mungkin kita tidak berniat membukanya.

Ketika kita terbiasa mengungkapkan kemarahan di sosial media, maka setiap marah kita otomatis mengetik kata-kata di sosial media. Ketika kita terbiasa mengunggah foto ketika sedang bahagia, maka otomatis kita tak lupa merekam semua momen bahagia dan segera mengunggahnya.

Saya pribadi, khawatir pada diri saya sendiri. Jika saya membiasakan diri untuk selalu mengunggah sesuatu ke sosmed terutama dalam kondisi terlalu bahagia atau terlampau sedih/marah, itu jadi kebiasaan yang mendarah daging dan sulit dihentikan. Oleh karena itu, sebisa mungkin saya berusaha mengontrol diri agar hanya mengunggah sesuatu ketika suasana hati sudah normal, tidak terlalu excited atau terlalu mellow.

Hal ini tentunya hanya saya terapkan pada diri saya sendiri. Termasuk, jika suatu hari saya menikah, saya akan berusaha sebisa mungkin agar tak mengunggah kemesraan dengan pasangan lewat foto/video atau caption. Saya ingin menikmati setiap momen indah kebersamaan tanpa harus sibuk dengan impresi di sosial media.

komidi putar
sumber : bobo.grid.id

Harapannya juga, semoga teman-teman lain yang melihat tidak terfokus pada kemesraan dunia pernikahan saja. Kehidupan pernikahan itu seperti roller coaster. Maka, tak adil rasanya jika menunjukkan bagian komidi putarnya saja.



Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer