Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Jurnal 2 - Growing Up

Lagi nonton film Frozen 2, si Olaf nyanyi yang salah satu liriknya :
Growing up means adapting~
Dalam hati aku bergumam, "Ya! Benar sekali! Katakan sekali lagi!".


Dalam sebuah tulisan di Instagram Teh Febrianti Almeera, beliau juga pernah bilang bahwa hidup itu dinamis. Satu variabel masuk ke hidup kita, bisa ubah segalanya. Nih, baca.











Ritme Hidup itu Dinamis oleh: @febriantialmeera Yg membuat lelah biasanya saat diri ingin menguasai dan mengontrol semua proses kehidupan, padahal utk bbrp situasi, yg kita perlukan bukan menguasainya, tapi cukup menghadapinya dengan bekal iman. Lagipula bukankah satu-satunya yg bisa kita kuasai hanyalah respon diri kita sendiri? Di luar itu, tidak ada yg berada dlm kendali kita. Jadi wajar.. berusaha keras mengendalikan apa yg tidak bisa kita kendalikan ya pasti akan bikin lelah hati, lelah pikir, dan lelah raga. Akur sampai sini? Ok lanjut. Salah satu hal yg ada di luar kuasa kita adlh Ritme Hidup. Kita bs ikhtiarkan rumusan pola gerak utk disesuaikan dgn kondisi yg sedang berjalan, tapi begitu beberapa variabel berubah sedikit aja, pola keteraturan yg sudah nyaman dijalani sebelumnya tadi biasanya perlu berubah lagi. Misal waktu masih sendiri, pola gerak di ritme hidup saya sudah teratur. Tp ketika pola sudah cocok dan nyaman dijalani di ritme hidup masa sendiri, tiba-tiba ada satu aja variabel berubah, berubah semua. Saya menikah. Hidup nggak lagi sendiri. Bahkan secara organigram.. saya berada di bawah kepemimpinan seorang lelaki bertitel suami, yg harapannya nggak akan pernah lengser atau ganti kepengurusan. Apakah ritme berubah? Jelasss. Maka kalau saya masih pakai pola gerak sebelumnya, pasti bermasalah. Jadilah pola gerak baru dirumuskan, dicoba, agak sulit pada awalnya, tapi yg penting terus dijalani. Stlh terbiasa.. hamil anak pertama. Ritme hidup berubah? Berubah lagi. Artinya pola baru dirumuskan lagi, bahkan rumusannya berubah tiap pekan atau hari. Usia pernikahan bertambah, ritme berubah lagi. Anak pertama lahir, berubah lagi. Mulai anak masuk usia balita, berubah lagi. Hamil adiknya, berubah lagi. Pindahan rumah, berubah lagi. Finansial makin stabil atau nggak stabil, berubah lagi. Terusss begitu. Jadi.. ritme hidup itu memang nggak akan pernah statis. Dia dinamis alias pasti berubah-ubah. Maka perlu hati yg fleksibel, lentur, dan elastis, yg siap ditarik kesana kesini, supaya siap berubah cepat tapi tetap kalem. Ingat.. nggak ada keharusan utk menguasai kehidupan, selama kita bisa menghadapinya dgn iman. Sepakat? #StrongFromHome ✨
A post shared by FEBRIANTI ALMEERA (@febriantialmeera) on

Makin dewasa, kita emang dituntut untuk makin lihai beradaptasi dengan kedinamisan (eh bener ga sih diksinya) hidup ini. Apalagi masa pandemi gini, jadi berasa nonton film genre survival deh. Semua orang harus putar otak gimana biar bisa selamat.

Ternyata, tanpa harus di situasi pandemi, kita emang selama ini berada di roda dunia yang sangat dinamis. Satu variabel kecil masuk, bisa buat ambyar seisi dunia.

Makin beranjak dewasa, makin harus peka sama keadaan. Makin harus ngurusin sekitar. Sadar, bahwa dunia ini berputar terus. Dan, bukan kita porosnya. Makin dewasa, makin harus banyak-banyak ambil hikmah, biar makin bijak.

Emang penting banget jadi bijak?

Engga juga sih. Paling, kebijaksanaan bakal berguna kalau kita lagi ngadepin situasi yang sulit atau ketika kita dituntut untuk ambil keputusan penting. Aku yakin, ada lebih banyak fungsi dari kebijaksaan, cuma sekarang belum tahu aja kitanya.

Dewasa tentu saja tidak dipengaruhi oleh bilangan usia. Ada yang udah tua, tapi jiwanya masih kayak anak-anak. Ada yang usia kanak-kanan, eh mentalnya udah dewasa banget dong.

Ya, begitulah. Semoga kita segera sadar bahwa setiap detik adalah pertambahan usia. Selamat menjadi dewasa. Beradaptasilah dengan dunia!


Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer