Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

After 7 Years

Aku ga tahu apakah ini saat yang tepat untuk nulis ini atau ngga. Khawatirnya, kalau nunggu wisuda, justru makin ga sempat nulisnya.

So, here we go.

Finally, I can say "Finally". Setelah 7 tahun lebih bergeliat di kampus, finally aku lulus juga. Finally bisa menyelesaikan amanah dari orang tua sebagai mahasiswa. Selama 7 tahun itu, ngga kehitung betapa aku banyak sekali dapat pelajaran hidup. Bukan hanya tentang ilmu yang ditransfer melalui bangku kuliah. Tapi juga ilmu yang didapat di luar gedung kampus yang lumayan mewah itu.


Selama 7 tahun, aku habiskan waktu untuk eksplor banyak hal. Ikutin beberapa organisasi. Ngerasain jadi anak Lembaga Dakwah Fakultas/Universitas. Ngerasain jadi bagian di Himpunan Mahasiswa Jurusan, jadi Badan Pengurus Harian pula. Ngerasain berdebarnya jadi asisten laboratorium. Ngerasain banyak pelatihan yang menguji nyali dan keimanan. Sampai ngerasain organisasi yang beneran heterogen. Isinya anak-anak dari seluruh penjuru nusantara.

Belum lagi beberapa lomba yang ga sengaja diikuti, meskipun paling banter hanya setingkat universitas cabang lomba badminton. Ga sempat ikutan lomba yang mewakili universitas. Ga berani eksplor sih akunya. Sibuk ngurusin kader-kader organisasi. Alibi. Wkwk.

Dan yang paling mendebarkan selama 7 tahun itu, adalah masa skripsi yang makan waktu hampir 3 tahun. Keliatan imposible. Tapi ya memang begitu. Dengan judul skripsi yang lumayan sulit, atau mungkin akunya aja yang ga pinter nyelesainnya. Dasar akutu.

Mulai ngembangin @kakrizmi, sampai akhirnya muncul @kedaikakrizmi, lanjutan dari @kirara.id. Ga pernah nyangka bakal sejauh ini. Orang-orang sampai bingung kenapa aku kayak ga kehabisan ide buat inovasi entah apa aja terkait program kerja atau entah apapun itu. Aku juga bingung, karena kepala ini maunya mikir aja dan sering muncul ide tiba-tiba.

Apakah ada yang disesali selama 7 tahun ini?

Aku bakal jawab, "Ngga ada". Aku beneran puas ngejalanin 7 tahun kuliah dengan berbagai aktivitas yang insyaallah bermanfaat, minimal untuk diriku sendiri. Meskipun aku ga rekomendasikan ke siapapun untuk ikutin jejak 7 tahun. Tapi pengalaman 7 tahun ini beneran worth it untuk diriku. Thanks Allah for these 7 years!

Aku belum pernah merasa sedewasa ini, sebijak ini, setenang ini, dan seistimewa ini sebelumnya. Berbagai pengalaman yang dilewati selama 7 tahun kuliah beneran ngebentuk diriku jadi orang yang semakin bijaksana, mampu mengambil banyak hikmah dan mampu memahami setiap karakter manusia.

Aku ga bisa bayangin gimana kalau sebelum tahun 2017 aku udah lulus. Mungkin aku ga bakal bisa masuk FIM. Ga bakal bisa jadi sekum selama 2 tahun. Fyuh. Melelahkan yang membahagiakan. Mungkin juga ga bakal bisa bangun @kakrizmi.

Allah begitu baik. Ketika mungkin orang-orang di luar sana kesulitan mencari lahan untuk menebar kebermanfaatan, aku malah terus-terusan diberi lahan baru untuk digarap dan disemai bibitnya. Saat orang-orang lain kesulitan mencari dan merangkul binaan, aku justru dimudahkan untuk menggaet hati binaan. Allah memang adil. Diberi-Nya kita ujian pada satu bagian kehidupan, dan dimudahkan-Nya pada bagian yang lain. Sweet banget ga sih?

Bahkan ketika sekarang sudah lulus, aku masih menata rencana hidup. Mau kemana. Fokus ke bidang apa. Gimana cara mencapai ke sana. Semua ini masih dalam tahap ikhtiar dan do'a. Tapi aku yakin, bahwa diriku ini berharga, bernilai, dan memiliki manfaat.

Menjadi berharga itu penting, menurutku. Itulah bentuk self love. Meskipun, aku sangat menyadari bahwa aku masih memiliki banyak sekali PR dalam perbaikan diri, perbaikan ibadah, kendali emosi, dan ilmu-ilmu lain yang kelak bakal dipakai pada masa depan.

Untuk apapun itu takdir Allah pada masa depan, aku akan selalu berprasangka baik. Tugas kita cukup terus memperbaiki diri, tidak berhenti berhijrah, menjadi sebaik-baiknya pribadi untuk bisa melahirkan sebaik-baik generasi.

Ini memang tidak akan mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa, kan? SEMANGAT!

© Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer