Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Memutus Tali Hitam

Pada tulisan sebelumnya, saya bahas tentang Fatherless. Saya ada singgung tentang memutus 'tali hitam'. Istilah tali hitam ini saya dapatkan dari Ibu Elly Risman, seorang psikolog senior, ketika pelatihan FIM 19. Tali hitam apa sebenarnya yang harus diputuskan? Kita akan bahas dalam tulisan ini.

sumber : medium.com

Setiap orang pasti pernah mengalami masa kecil. Sebagian orang mendapat masa kecil yang indah. Namun, sebagian lagi mendapat satu dua kejadian masa kecil yang menyedihkan, hingga menyebabkan trauma hingga dewasa. Hal ini berkaitan sekali dengan istilah inner child.

Sebuah tulisan dari Stephen A. Diamond Ph.D. menjelaskan secara gamblang apa itu inner child dan bagaimana menghadapinya. Selengkapnya bisa baca sendiri di https://www.psychologytoday.com/us/blog/evil-deeds/200806/essential-secrets-psychotherapy-the-inner-child.

Kalau saya terjemahkan secara bebas, inner child adalah jiwa kanak-kanak yang ada dalam diri kita, para orang dewasa. Apa yang biasanya paling anak-anak butuhkan? Rasa kasih sayang, perlindungan, kenyamanan, pengasuhan, pengayoman, penerimaan, pengertian. Hal-hal yang berbau perasaan dari orang tua kepada anak. Jika hal-hal mendasar ini tidak terpenuhi ketika kita masih kecil, maka dampaknya akan terasa sampai dewasa.

Contoh.

Orang yang terbiasa mendapatkan pola asuh keras dari orang tuanya, maka cenderung akan bersifat keras pula ketika berinteraksi dengan orang lain.

Orang yang terbiasa fatherless semasa kecilnya, akan buta bagaimana peran ayah yang sesungguhnya. Ini bisa mengakibatkan kebingungan bagi anak dalam menentukan identitas dirinya. Ibu Elly Risman pernah berkata bahwa pengidap LGBT (sorry, saya harus sebut 'pengidap' karena itu emang penyakit) kebanyakan adalah mereka yang fatherless semasa kecilnya dan mendapat pola asuh yang salah.

Dan ternyata...

Inner child yang tak terpenuhi ini akan berimbas negatif pada pola pengasuhan ke generasi setelahnya. Yang sering dimarahin sama ibunya waktu masih kecil, akan marahin anaknya dengan cara yang sama juga, bahkan lebih parah kejamnya. Coba lihat sekeliling kita. Banyak kan yang begini kasusnya?

Lalu gimana caranya supaya inner child yang tidak terpenuhi ini tidak berefek negatif pada jiwa dewasa kita?

Terima.
Saya ulangi, terima semuanya.
The past traumas, sadness, disappointments and depression cannot be changed and must be accepted.  Becoming an adult means swallowing this "bitter pill," as I call it: that, unfortunately for most of us, certain infantile needs were, maliciously or not, unmet by our imperfect parents or caretakers. And they never will be, no matter how good or smart or attractive or spiritual or loving we become. Those days are over. What was done cannot be undone. We should not as adults now expect others to meet all of these unfulfilled childhood needs. They cannot. Authentic adulthood requires both accepting the painful past and the primary responsibility for taking care of that inner child's needs, for being a "good enough" parent to him or her now--and in the future. (Stephen A. Diamond Ph.D)

Those days are over. What was done cannot be undone.

Maka, mau ga mau, kita harus terima. Maafkan semua orang yang berperan dalam pembentukan karakter negatif dalam diri kita. Putuskan tali hitamnya. Jangan ulangi ke anak-anak kita.

Kalau kamu mau tau gimana cara mengelola inner child dalam pengasuhan anak, bisa baca di https://www.ibupedia.com/artikel/keluarga/7-cara-mengelola-inner-child-dalam-mengasuh-anak.

Bismillah. Mari pelan-pelan kita putus tali hitam itu ya, Kawan.
Mari mulai belajar parenting.


Salam,
Ida Mayasari.

Komentar

  1. Idaaa,cocok ngilmu (lagi) soal psikologi hehe, semangat daaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, segan awak sama anak psikologi tulen 😂

      Hapus

Posting Komentar

jangan sungkan untuk berkomentar ya :)

Postingan Populer