Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Belajar Teori Parenting Dulu Sebelum Praktik

Maafkan jika tulisan ini nantinya terkesan ditulis oleh orang sok tahu yang cuma paham teori, tapi kurang praktik. Kenyataannya memang begitu.

Tapi, seseorang pernah berkata,
Ilmu yang kita pelajari hari ini, tidak akan langsung berguna hari ini. Tapi, pasti akan berguna bertahun-tahun ke depan.
Dan saya percaya akan hal itu.

Saya meyakini bahwa apa yang saya baca hari ini akan berguna suatu hari nanti. Sama seperti isi dari salah satu buku kisah Rasulullah yang saya baca ketika kecil dan masih teringat oleh saya cerita utuhnya hingga hari ini.

Majalah Bobo yang saya baca tahun 2003 tentang 'planet' kerdil bernama Sedna. Gayatri yang bisa mengemudikan helikopter meski masih kecil. Ada Rocky yang kidal tapi jago main tenis meja. Ada orang badui di Jawa Barat yang kehidupannya masih asri. Ada apa lagi ya? Banyak sekali informasi dunia luar yang saya dapat ketika kecil dan sangat berguna sekali dalam menambah khazanah wawasan saya hari ini.

So, mari kita mulai dengan Bismillah.

Sejak beberapa tahun lalu, saya mulai baca buku seputar pernikahan. Dan lambat laut merambah ke buku parenting. Bukan artinya, saya sudah ngebet sekali pengen nikah atau punya anak pada masa itu. Bukan pula artinya saya mau pindah ke jurusan psikologi. No.

Saya hanya berpikir bahwa usia kita di dunia tidak lama (anggaplah 60 tahun). Kalau seperempat abad sudah dihabiskan menjadi peserta didik dari orang tua kita, maka 35 tahunnya akan kita habiskan menjadi pendidik bagi anak-anak kita bukan? Atau dengan kata lain punya peran tambahan jadi istri/suami dan orang tua.

Selama 35 tahun itu, kita pasti butuh bekal dalam menjalankan peran sebagai orang tua. Pertanyaannya: mana lebih baik, berlatih sejak jauh hari atau berlatih sekalian learning by doing ketika bertarung?

Tentu sejak jauh hari. Semua petarung hebat hari ini adalah orang-orang yang telah dilatih sejak lama. Coba sebut satu saja atlet favoritmu. Pasti dia sudah mempersiapkan diri sejak lama bahkan sedari kecil sebelum mengikuti pertandingan dan menjadi juara seperti yang kamu lihat sekarang.

Maka, proyek menjadi orang tua bukan hal yang main-main, saya kira. Semua butuh latihan. Itulah kenapa, salah satu latihannya adalah dengan banyak mencari ilmu terkait parenting dan berlatih menerapkannya pada anak-anak non-biologis kita. Harapannya, ketika nanti tiba saatnya kita jadi orang tua, kita bisa mengaplikasikan semua teori itu secara utuh. Sehingga, kesalahan-kesalahan para pendahulu di masa lalu bisa diminimalisir.

Sebaliknya, kalau kita nekad learning by doing dalam pengasuhan anak, kata Ibu Kiki Barkiah dalam buku Satu Atap Lima Madrasah, yang akan jadi kelinci percobaannya adalah anak pertama. Kalau kita buta formula, maka bisa kemungkinan besar hasilnya juga bakal ga bagus, kan? Betapa banyak contoh kasus di lapangan terkait penyimpangan sosial yang akar penyebabnya adalah kesalahan pengasuhan dari orang tua?

Baca juga Sebagian Besar Anak Indonesia 'Salah Asuh'.

Sebelumnya, saya pernah bahas tentang inner child dan fatherless yang erat sekali kaitannya dengan parenting. Ngeri saya kalau ngebayangin nasib generasi ke depan nanti kalau masih mendapatkan salah asuhan. Masalah inner child dan fatherless bakal makin memuncak.

Dulu, saya ga tau tentang 12 gaya populer yang salah dalam komunikasi. Buat kamu yang kepo, bisa tonton video di bawah ini.



Setelah tahu ini, jangan diulang lagi ya ke anak-anak kita :)

Kemudian, saya belajar tentang 5 Bahasa Cinta. Tentang berbagai macam tipe kepribadian. Baca buku-buku parenting pengalaman banyak orang. Hari ini, saya masih simpan teori-teori itu di memori saya, sambil sesekali dipraktekin ke keponakan-keponakan atau adik-adik di kelompok mentoring. Karena masih belajar, saya juga masih sering khilaf gunain 12 gaya populer di atas. But, practice makes perfect, doesn't it? 

Jadi, kuy buat yang sudah menikah maupun yang belum. Banyak gali ilmu parenting mulai sekarang yuk. Semoga anak-anak kita kelak jadi anak-anak yang shalih/shalihah. Aamiin.



Salam,
Ida Mayasari.

Komentar

Postingan Populer