Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Tips Bahagia Ala Ibuku

Tadi ibuku nelepon, waktu aku lagi makan malam abis isya'. Jam 21.30 bagi ibuku sudah terlalu larut untuk bisa dikatakan makan malam, karena mereka terbiasa makan sehabis maghrib.

Cerita-cerita panjang soal keseharian. Katanya, hari ini ibuku cuma masak sarapan. Pagi sarapan nasi goreng. Siang makan di arisan keluarga. Malam makan bontot dari arisan.

Setiap arisan bulanan, ibuku punya satu kebiasaan. Buat rujak di rumah, lalu dibawa ke tempat arisan. It's free. Murni inisiatif ibuku sendiri. Ini yang buat aku jatuh cinta berulang kali pada ibuku. Sering banget sedekah makanan.

Tiap Ramadhan beliau ga pernah absen, kasi makanan dan minuman untuk ifthar di mesjid. Dulu juga tiap lebaran haji, masakin makan siang untuk panitia qurban. Belum lagi makanan berlebih yang sering dibagi ke tetangga.

Sampai akhirnya, aku mencoba meneladani ibuku. Entah kenapa beberapa hari yang lalu tiba-tiba muncul niat untuk sedekah makanan ke temen-temen.

Jadilah suatu sore, aku buat bakwan jagung agak banyak buat dibawa ke Dilo, tempat nongkrong temen-temen. Setelah selesai dimasak, eh rupanya langit udah gelap. Ga berapa lama setelah itu, hujan. Ga jadi ke Dilo. Ga jadi kasih makanan. Gagal.

Niat itu muncul lagi ketika FIM Sumut mau adain rapat di Ahad pagi. Tapi aku emang dari jauh hari bilang ga bisa dateng. Sebagai ganti absensiku, aku kepikiran untuk masakin sarapan buat mereka. Dan salah satu makanan buatanku yang bisa ditolerir lidah orang lain adalah mie gomak.

Resepnya aku ambil secara diam-diam dari ibuku waktu lebaran lalu masak mie di rumah. Aku lebih suka belajar dari memperhatikan. Lalu, praktekkan.

Maka, abis subuh aku langsung sibuk di dapur. Dan hadirlah mie gomak ala Ida menemani Ahad pagi anak-anak FIM Sumut yang sibuk rapat.



Ga tau deh enak atau ga di lidah mereka. Yang penting aku uda jalanin niatku. Semoga mereka ga ada yang sakit perut setelahnya.

Ternyata, berbagi kebahagiaan pada orang lain itu juga menambah kebahagiaan pada diri kita sendiri. Meski cuma berbagi wajah sumringah, atau mie gomak ala kadarnya.

Berarti ibuku selalu bahagia. Pertanyaanku terjawab sudah. :)


Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer