Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Sering Kesel Sama Manusia? Nabi Yunus juga Pernah Kok!

Ara yang pura-pura kesel
Ada gitu nabi yang kabur karena umatnya ga mau ikut apa yang didakwahkannya? Ada! Nabi Yunus 'alaihissalam adalah orangnya.

Nabi Yunus, suatu hari ngerasa kesel banget sama umatnya, karena mereka itu bandel ga mau ikutin risalah yang dibawa oleh Nabi Yunus. Mereka malah mengolok-olok Yunus dan tetap enjoy dengan kemaksiatan. Padahal kan Nabi Yunus ini uda capek tiap hari mati-matian berdakwah. Tapi tetep aja ga ada satu pun dari umatnya yang mau beriman.

Lalu Nabi Yunus atas perintah Allah sampein ke kaumnya kalau dalam tiga hari ke depan, akan turun azab dari Allah karena sikap mereka yang udah keterlaluan itu.

Saking keselnya, Nabi Yunus memutuskan untuk pergi melarikan diri dari kaumnya dalam keadaan marah. Padahal Allah belum ada perintahin Yunus untuk pergi. Beliau pergi ke laut, dan naik ke kapal.

Tapi ya namanya Allah belum ridha, ada aja hambatannya. Kapal itu diterjang ombak yang dahsyat, hingga hampir tenggelam. Oleh karena itu, dikeluarkan beberapa barang yang berat dari dalam kapal supaya kapal selamat. Tapi kapal itu masih oleng. Penumpang lalu bermusyawarah untuk melemparkan salah seorang ke laut. Mereka lalu melakukan undian, yang terpilih maka dia yang harus dibuang ke laut. Ternyata, undian itu jatuh pada Yunus. Tapi, penumpang ga mau kalau Yunus yang jadi korban. Maka dilakukan undian sampai tiga kali. Tetap aja nama Yunus yang keluar. Nabi Yunus lalu melempar dirinya ke laut.

Di saat yang sama, Allah telah perintahkan seekor ikan paus untuk menelan Yunus tanpa harus merobek dagingnya atau mematahkan tulangnya. Nabi Yunus tetap hidup dalam perut ikan paus itu selama beberapa waktu, namun berada dalam kegelapan.

Dalam kegelapan itu, Nabi Yunus menyadari kekhilafannya dan berdo'a, yang termaktub dalam QS. Al Anbiya': 87-88.

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, “Bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”–Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiyaa’: 87-88)

Ini do'a Nabi Yunus :
 لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”

Betapa Yunus adalah pribadi yang peka, yang merasa bahwa segala kesulitan yang bertubi-tubi menimpanya adalah akibat dari dosanya pada Allah. Maka, Yunus kembali bertasbih pada Allah, mengakui bahwa dia adalah orang yang zalim. Zalim pada dirinya sendiri, dan pada kaumnya.

Ingat do'a Nabi Adam ketika dikeluarkan dari surga karena telah melanggar perintah Allah?

"Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf : 23)

Ada kesamaan dengan do'a Nabi Yunus? Ya, sama-sama mengakui bahwa diri kita ini zalim pada diri kita sendiri atau pada orang lain. Bukan Allah yang zalim ya. Tapi kita sendiri.

Itulah kenapa, setiap kali saya baca dua do'a ini, saya selalu ngerasa hina. Apa-apa yang kita upayakan hari ini dengan mati-matian, bisa jadi memang belum terlihat hasilnya. Kadang kita sebel, ga sabaran, pengen instan sama hasilnya sesuai dengan yang kita mau.

Mengakui kezaliman diri adalah satu langkah untuk kita ngerasa bahwa kita ini nothing, ga ada daya dan upaya kecuali karena Allah. Mengakui kezaliman diri membuat kita kembali pada hakikat kita sebagai seorang hamba, yang tugasnya hanya mencari keridhaan dari Tuhannya.

Balik ke kisah. Di sisi lain, ketika kepergian Nabi Yunus, Allah menggerakkan hati kaumnya untuk beriman. Mereka tahu Yunus telah pergi, dan takut akan datang azab yang dijanjikan. Karena taubat mereka yang sungguh-sungguh, maka Allah beri ampunan pada kaum Nabi Yunus dan menjadikan mereka beriman. Masyaallah.

Ini menunjukkan bahwa hidayah itu milik Allah semata. Tugas seorang Rasul bukanlah menjadikan semua orang beriman. Tugasnya hanyalah berusaha menyampaikan risalah yang telah Allah turunkan padanya. Nabi dan Rasul tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang kuantitas umatnya di akhirat kelak.

Itulah kenapa kalau berusaha itu, tetaplah harus maksimal. Tapi tetap harus ingat bahwa tugas kita cuma ikhtiar. Menentukan hasil itu adalah hak prerogatif Allah. Terserah Allah mah hasilnya gimana. Apapun hasilnya, pasti ada hikmah yang kita bisa ambil.

Apa yang kita bisa dapat dari kisah Nabi Yunus?

Kalau dari saya sendiri, saya belajar supaya ga dikit-dikit sebel sama orang-orang sekitar, yang notabene adalah target dakwah kita, siapapun mereka. Saya belajar supaya tetep ikhtiar maksimal, dan tawakkal pada Allah untuk hasilnya.

Ketika udah ngerasa kecewa, sakit hati, kesel, dsb, saya banyak baca do'a Nabi Yunus dan Nabi Adam. Banyak-banyak minta ampun. Kita ini cuma hamba, yang tengah merayu ridha Tuhannya. Kenapa harus lelah hati dengan hasil yang tak diharapkan, padahal bisa jadi Allah ridha dengan ketentuan itu.

Tetaplah husnuzhan pada Allah. Inget, setinggi apapun jabatan kita di dunia, di mata Allah kita cuma hamba. Jadilah orang yang mengejar popularitas di langit.


Salam sayang karena Allah,
Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer