Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Ibuku Terlalu Kuat




Ibuku terlalu kuat untuk memendam semua penderitaannya sendirian. Meskipun aku tak tahu betul apakah ia merasakan derita atau tidak.

Beliau tak pernah cerita apapun tentang duka batinnya yang terdalam. Baginya, mengadu pada Rabb-nya sudah cukup menyembuhkan semua luka.

Ibuku sering mengomeliku. Kalau aku tidak mengerjakan pekerjaan rumah, atau ketika aku sibuk seharian di depan gawai, sedang ia sibuk sendirian di dapur.

Tapi, semarah-marahnya ia pada kami, anak-anaknya dan ayahku, esok paginya ibuku selalu membuatkan sarapan paling enak sedunia. Tidak membiarkan kami terlantar kelaparan.

Semarah-marahnya ia padaku, ia selalu memulai percakapan duluan pada hari yang sama. Seolah sebelumnya tidak ada apa-apa.

Kadang aku penasaran, terbuat dari apa hati ibuku?

Enam belas tahun aku tinggal bersamanya setiap hari. Seolah baru kemarin aku masuk ke taman kanak-kanak dan memaksa ada PR setiap hari, yang membuat ibuku bingung antara kesal atau bangga pada putri bungsunya.

23 tahun ia ada dalam hidupku. Oh, bukan. 23 tahun aku hadir dalam hidupnya, apakah ia sudah bahagia karenaku?

Kepada ibuku, yang aku terlalu malu menyampaikan kata-kata ini padanya.

Apa ibu sudah bahagia?

Komentar

Postingan Populer