Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Belajar dari Kehidupan

Jadi..

Sabtu kemarin saya kena jambret. (tolong matanya jangan terbelakak gitu, biasa aja gaes)

Sekitar jam 4 lewat saya ke sebuah SPBU ambil barang kakak. Jalanan ini sebenarnya jalanan potong yang sering saya lewati karena lebih dekat dan ga macet.

Ketika pulang dari ambil barang, saya menggonceng seorang adik kelas yang bertugas menopang segoni barang. Sebenarnya jalan itu tidak begitu sepi, ada beberapa yang berlalu lalang. Jalannya seukuran gang rumah saya, jadi suasananya seperti suasana gang yang kadang ramai, kadang lengang.

Saya terkejut ketika ada sebuah motor dengan dua pengendara yang begitu dekat dengan motor saya. Sampai akhirnya saya tersadar, dia menarik tas saya. Tas itu saya selempangkan di badan, menghadap depan. Saya juga pakai jaket yang menimpa tali tas, namun jaket tidak menutupi tas. Hanya menutupi bagian atas badan. Ini posisi yang biasa saya kenakan.

Tali tas saya terputus, dan penjambretnya kabur. Menyadari hal tsb, saya tanpa pikir panjang mengejar motor penjambret. Kita harus pertahankan harta kita semampu kita, bukan? Kalo mati, dihitung pahala syahid. Itu kata hadits yang saya baca di lingkaran sehari sebelumnya.

Saya bahkan tak tahu dari mana tiba-tiba saya punya kekuatan pembalap di gang kota. Entah berapa kecepatan saat itu, pokoknya balap. Bahkan lupa kalau di belakang saya ada orang yang bawa segoni barang. Sepanjang penguberan itu, saya dan adik kelas saya teriak "Jambret.. Maling.."

Karena jarak dengan motor penjambret itu ada lebih dari 10 meter, saya tidak lagi bisa membaca nomor plat kendaraannya. Ga kepikiran juga sih. Duh.

Pada sebuah persimpangan empat, kami kehilangan jejak penjambret. Lalu akhirnya, kami memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.

Innalillahi wainna ilaihi raji'un.
Semua milik Allah, akan kembali pada Allah.

Di dalam tas ada dompet dan kartu garansi service sepeda motor. Di dalam dompet ada KTP, KTM, SIM, STNK, kartu ATM, kartu BPJS, kartu berobat di klinik dan RS, dan uang.

Itu adalah hari Sabtu. Hari dimana setiap paginya saya hadir di kelas tahsin. Biasanya, saya meletakkan HP, Qur'an, dua buku tahsin, dan buku catatan kecil di dalam tas.

Tapi ketika hari itu, semua itu saya keluarkan dari tas. Btw, buku catatan kecil ini awalnya saya kira masih di tas dan ikut hilang, sampai esok paginya baru tersadar nemu di atas tempat tidur. Alhamdulillah.

Saya kalau udah kejadian yang tidak mengenakkan, apapun itu, langsung pengen muhasabah. Astaghfirullah. Mungkin karena saya banyak dosa. Mungkin karena sedekah saya kurang. Dan mungkin ini salah satu pelajaran yang Allah mau kasih supaya saya jera, dan dosa saya bisa diampuni. Husnuzhan, Da. Husnuzhan sama Allah.

Dan yang buat saya ngerasa terkesima adalah...

Allah itu masih sisain barang-barang yang nilainya itu ga tergantikan dengan nominal rupiah. Qur'an, buku-buku tahsin, buku catatan kecil yang isinya catatan pelatihan FIM, kalimat-kalimat murabbi, taujih, tasqif, desain aplikasi skripsi, dll.



Allah tuh kayak mau bilang, "Kusisakan padamu apa-apa yang bisa menjadi bekal untuk kau bawa ke akhirat. Ilmu yang bermanfaat."

Masyaallah, saya pengen nangis lebih karena hal ini dari pada karena dompet yang hilang. Allah kok sweet banget gitu sih?

Alhamdulillah. Sudah habis masa bakti tas, dompet, dan segala isinya. Semoga bisa saya pertanggungjawabkan pengabdian mereka di akhirat kelak.

"Si Ida kok tenang kali sih? Abang waktu kehilangan dompet kayak kehilangan separuh nyawa", kata kakak ketiga.

Haha. Saya juga gatau kenapa waktu dan selepas kejadian berlangsung bisa setenang itu. Tapi pasti energinya dari Allah. Bahkan ketika balik ke rumah saya harus ngisi mentoring lagi, dengan tenang dan tegar. Seolah-olah ga ada kejadian apa-apa barusan.

Husnuzhan sama Allah itu yang mungkin buat saya bisa woles.

Sampai akhirnya, saya tuh nangis karena sedih itu, besok harinya, ketika  saya laporin kejadiannya ke kakak ketiga. Saya nangis ketika ditelepon keluarga. Tapi nangisnya ga pake suara, jadi mereka ga bisa denger.

Waktu ditelepon kakak kedua, lebih parah. Saya lebih bombay nangisnya (lagi lagi ga pake suara). Kakak kedua paling bisa nyentuh hati saya dengan wejangan, "Yauda, besok sedekah ya, Aunty Da. Minimal sepuluh ribu aja gapapa. Kadang emang begitu. Mungkin kita kurang sedekah."

Ah, gils. Saya mewek lagi, waktu nulis paragraf di atas. Wkwk.

Setelah tutup telepon dari kakak kedua, saya makin mbrebes mili. Sampe sesenggukan. Saya istighfar banyak-banyak. Puterin tilawah (karena lagi ga bisa baca). Sambil nyetrika. (Saya gitu mah, kalau sedih jadi rajin pengen beresin seisi rumah. Wkwk.)

Saya yakin, Allah bersama hati yang sedang patah. Jadi, serahin ke Allah aja. Mungkin saya kurang istighfar.

Kakak kedua sempat nanya, "Pasti trauma ya, Aunty Da?"

"Ngga sih", jawab saya di telepon. Emang  saya nggak ngerasa trauma. Toh abis kejadian masih bisa naik motor dengan santai sampai rumah kan.

Esoknya, waktu mau keluar rumah selepas maghrib (ada rapat komunitas), saya agak gamang. Ah, masa iya saya trauma. Ah, bukan ah. Lanjut aja dah.

Malam berikutnya, saya bener ga berani keluar rumah. Selain karena kartu identitas belum ada dan jarak tempuh yang lebih jauh dari hari sebelumnya, saya akhirnya berani jujur sama diri sendiri. Ya, saya trauma. (waktu nulis ini hati kayak mencelos gitu lho, lega banget bisa jujur sama diri sendiri)

Berbeda dari trauma waktu abis operasi, trauma kali ini buat saya makin waspada yang agak lebay. "Eh, ada yang ngikutin ga? Eh, siapa tu? Ah, tancep gas ah".

Setidaknya, mungkin butuh beberapa hari bagi saya untuk bisa balik ke kondisi hati yang kondusif (baca: ga trauma lagi). Sampai surat-menyurat dan kartu identitas itu kelar, mungkin.

Semoga penjambret atau keturunannya mendapatkan hidayah dan menjadi salah satu pejuang di jalan Allah suatu hari nanti. Aamiin. (terinspirasi dari doa Rasulullah untuk penduduk Thaif yang melempari beliau dengan batu hingga kaki beliau berdarah).

Kali aja waktu dapet hidayah, dia masih simpen dompet saya dan mau balikin isi dompetnya.

"Bilang sama penjambretnya, dilempar ke halaman rumah juga gapapa", kata mamak saya. Wkwkwk, gokil.

"Bilangnya sama Allah", kata kakak ketiga.

Tapi keren sih.
Gegara kejadian ini, tiap hari saya jadi keep in touch sama keluarga. Zidan nelepon entah berapa kali sehari cuma nanya "Aunty Da ngapain?". Ini mah kerjaan bocah. Wkwk.

Soal kartu-kartu yang hilang, saya lagi urus balik. Lagi lagi, banyak peran anggota keluarga lainnya yang ngebantu.

Ya, meskipun ada juga yang nyalahin kenapa saya begini begitu dan ada yang ga bisa terima dengan trauma kecil yang saya alami yang buat saya harus absen rapat. Gapapa. Mereka ga perlu tahu seberapa galau saya memutuskan harus pergi atau nggak. Konsekuensinya memang begitu. Saya harus terima.

Kata-kata dari keluarga dan sahabat kayak "Alhamdulillah, Ida ga kenapa-napa ya" itu udah cukup buat saya bersyukur terus. Alhamdulillah, saya memang ga jatuh, ga luka, ga kenapa-napa.

Ambil aja pelajarannya dari peristiwa ini, supaya lebih hati-hati lagi. Kalau bawa tas selempang waktu naik motor, mending taroh di jok atau tutupin di dalam jaket.

Jangan lupa juga jaga hati, biar tetap husnuzhan. Allah sesuai prasangka hamba-Nya.

IM

Komentar

Postingan Populer