Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Do'a yang "Mengancam"



Suatu ketika, saya pernah berdo'a yang agak ngancam (jika bisa dibilang seperti itu). Itu adalah saat dimana saya sudah lolos tahap 2 (wawancara) FIM 19, dan sama sekali belum izin ke ortu.

Sebelumnya, ketika daftar, saya do'anya standar aja.

"Duhai Rabb, kalo menurut Engkau masuk FIM akan berpengaruh ke akhirat hamba, maka luluskanlah tahap 1 (berkas). Kalo Engkau ga mau lulusin, ya berarti hamba fokus ke skripsi aja."

Eh, rupanya beneran lulus. Terakhir saya ngerasa seseneng itu waktu ngeliat pengumuman adalah ketika lulus SNMPTN Undangan lebih dari lima tahun lalu.

Asli. Antara seneng dan bingung. Bingung kenapa mahasiswa semester tua yang ga kenal-kenal banget sama FIM ini bisa lulus.

Kebingungan itu kemudian saya putuskan untuk dihentikan. Lebih baik fokus ke tahap 2 (wawancara). Do'a-nya masih standar. Ga jauh beda sama sebelumnya.

Hari H wawancara saya degdegan. Sampai selesai wawancara baru bisa santai. Perjuangan tahap ini udah selesai. Do'anya masih sama aja.

Hingga suatu hari..
Malam hari saat pengumuman peserta yang berhak buat ikut ke pelatihan FIM 19. Ternyata saya masuk jadi salah satu dari 168 orang yang ada di daftar yang lulus.

Seneng? Seneng. Dan bingung (lagi).
Bingung gimana minta izin sama ortu. Ketika itu, ortu saya lagi di Medan, dan besok pagi mau balik ke Siantar. Malam itu adalah saat yang paling tepat untuk minta izin secara langsung face to face.

Saya shalat Isya' dan do'a:

"Duhai Rabb, kenapa dari kemarin itu hamba dilulusin terus? Allah pengen banget hamba jadi anak FIM ya? Yauda, kalau Engkau maksa hamba harus jadi alumni FIM, maka gerakkanlah hati orang tua hamba supaya mau kasih izin dan kasih jajan. Kalau tidak, maka persulit saja izinnya. Berarti Engkau tidak mau hamba jadi anak FIM. Gapapa, ya Allah. Hamba ikhlas, asal Engkau ridho."

Selesai shalat, sekitar jam 9 malem, saya ngomong sama Bapak. Saya tunjukin email dari FIM yang menyatakan saya lulus dari 6000-an pendaftar senusantara, dan mengeluarkan semua potensi marketer dan promotor yang saya punya.

Dan ternyata.. Berhasil! Alhamdulillah, Bapak ngizinin.

Malam itu adalah salah satu malam paling membahagiakan dalam hidup saya. Saya tidur dengan sangat pulas. Dan terbangun dengan syukur tak terukur. Allah luar biasa kalo kasih kejutan.

Komentar

Postingan Populer