Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Dinas Perhubungan


Kadang kita suka jadi 'Dinas Perhubungan'. Yang menghubung-hubungkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada hubungannya.

Yang suka menebak-nebak sesuatu yang abstrak. Padahal itu adalah samudera terdalam yang ada di lubuk hati manusia.

Kadang kita keterlaluan dalam mencari pembenaran untuk setiap kejadian. Keterlaluan membuat-buat alasan agar seolah semesta mendukung apa yang kita kehendaki.

Meskipun, pada nyatanya memang tak ada yang namanya kebetulan.

Meskipun, hanya dengan melihat objek yang sama, pikiran kita bisa memikirkan hal yang sama, walau di tengah gegap gempita jalanan di atas kendaraan berbeda.

Meskipun, saat begitu banyak kata marah yang ingin tumpah, tapi salah satu dari kita lebih memilih mengunci bibir. Seolah bisa saling membaca pikiran dan langsung paham, seketika salah satunya mengakui kesalahan.

Meskipun, kala salah satu dari kita berpikir sendirian, buntu dan hampir menyerah, kemudian yang lain datang memberi sebuah pancingan ide. Hanya satu kata pancingan, lalu ide mengalir deras, seolah tak pernah ada kebuntuan selama ini.

Tak ada yang kebetulan. Tapi, kita kadang keterlaluan menangkap keadaan.

Kita hanya dianugerahi satu pemikiran. Tak kurang, tak lebih. Kita dipertemukan bukan untuk sebuah kebetulan, tapi untuk sebuah misi kemaslahatan banyak orang. Maka, salinglah melengkapi. Bukan mencari-cari atau mengada-adakan apa yang tak ada selama ini. Camkan ini, duhai hati.

Sebuah ceramah untuk diri sendiri

Komentar

Postingan Populer