Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Akhwat Bukan Barang Swalayan

Makin kemari, kayaknya makin banyak lelaki modus berkeliaran. Pada usia yang menurut UU sudah mencukupi untuk menikah ini, memang jadi momen rawan godaan bagi para akhwat.

Lebih parahnya lagi, modus tidak hanya merebak di kalangan lelaki yang biasa menempuh jalur pacaran untuk mendapatkan pendamping hidup. Tapi juga menjalar ke sebagian ikhwan (mantan) aktivis pergerakan kampus yang katanya rajin mengaji setiap pekan.

Entah apakah para ikhwan ini memang sengaja ingin meninggalkan kesan mendalam pada satu orang atau bisa jadi "jejak" ini ditinggalkan pada beberapa perempuan.

Aneh, sungguh aneh.

Jika telah mantap untuk menikah, kenapa tak langsung bertandang?

Oh, paham. Jadi mungkin si ikhwan mau memilih-milih calon dulu dengan cara berinteraksi basa-basi dengan beberapa akhwat dalam waktu yang bersamaan. Sayangnya, interaksi dilakukan di media mana saja yang memberikan peluang. Komentar Instagram, Facebook,  Line. Yang notabenenya, ini bisa dilihat semua orang. Belum lagi chat WA/Line, DM instagram, SMS, dan lain-lain, yang tak semua orang bisa tahu.

Aneh, sungguh aneh.

Seolah akhwat adalah barang di swalayan, yang bisa dipilih, dimasukkan keranjang, lalu dikembalikan lagi jika ada barang lain yang lebih menarik hati.

Ikhwan, berhentilah melancarkan modus pada akhwat manapun yang kau incar.

Akhwat memang dominan memakai perasaan. Tapi modus akan tetap terdeteksi dengan jelas.

Jika memang ingin mengenal lebih dalam, ta'aruf adalah jalan yang lebih ahsan. Cara itu adalah cara terbaik untuk menghargai seorang akhwat.


Akhwat bukan barang di swalayan. Dia ibarat mutiara dalam sebuah kerang di dasar lautan. Hanya penyelam terbaik dengan cara paling heroik yang bisa menemukan dan mendapatkannya.

Akhwat, mari pasang perisai kita dan maksimalkan kekuatan.

Wallahu a'lam.

Komentar

Postingan Populer