Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Akbar dan Kebiasaannya



Saya mau cerita tentang keponakan saya. Keponakan pertama saya adalah seorang anak lelaki usia 10 tahun, namanya Akbar.

Akbar ini suka main sepak bola. Hampir tiap pekan ikut tanding bola bareng sama klub sekolahnya. Kadang dia jadi striker.

Selain jago main bola, Akbar, yang kulitnya hitam manis ini, punya sebuah kebiasaan. Dia terlalu rapi dan sering risih kalau ada sesuatu yang ga diletak di tempat yang sesuai.

Ngeliat rak handuk bergeser sedikit, dia langsung benerin posisinya. Ngeliat keset kaki miring, dia langsung lurusin. Kalau adiknya selesai makan dan cuci tangan, lalu tangannya belum wangi, dia nyuruh adiknya cuci tangan lagi, dan sebagainya.

Hal ini, menurut pandangan saya, adalah sebuah kelebihan dalam diri seorang Akbar.

Tapi, bagi orang-orang sekelilingnya yang lain, justru ini jadi kebiasaan buruk. Akbar yang setiap ngelewati sesuatu sibuk benerin posisi barang-barang yang dilewatinya, kadang buat neneknya atau bundanya atau ayahnya risih.

Menurut saya, Akbar berpotensi untuk jadi seksi bersih-bersih dengan kemampuannya itu. Tapi sekali lagi, sangat disayangkan banyak orang di sekitarnya yang ga lihat potensi itu.

Saya udah coba kasih tau, tapi masih belum berhasil.

Seorang anak yang spesialis, yang sudah tahu minat dan bakatnya sejak kecil, menurut saya, harus terus didukung dan difasilitasi agar bakat dan minatnya terus berkembang hingga dewasa. Termasuk hal-hal yang kelihatannya remeh-temeh yang bisa dijadikan sebuah potensi kebaikan di masa depan.

Lah, kita yang udah besar ini gimana ya kalo belum nemu minat, bakat, atau passionnya?

Ah, pokoknya ntar harus kudu wajib ikutan tes STIFIn. Insya Allah.

Komentar

Postingan Populer