Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Sendiri

Oke. Tulisan di bawah ini berbau alay dan norak. Maka, JANGAN DIBACA! Terima kasih.

Hampir sepekan tinggal sendirian di rumah, ternyata rasanya beda. Jelas beda. Biasa ada yang diajak berantem, ini nggak. Biasa ada yang ngomelin, ini nihil. Biasa ada yang masakin (ini yang terpenting), sekarang yang ada cuma angin sepoi yang keluar masuk dapur.

Untungnya, sebelum Kak Dhani menikah dan pindah, saya udah bisa angkat galon air mineral ke atas dispenser yang jaraknya sekitar satu setengah meter dari lantai. Dan udah bisa buka-pasang gas sendiri.

Di hari penuh kesendirian ini...
Saya jadi belanja sayur sendirian di pajak. Dengan daftar belanjaan yang sudah dipersiapkan (sebab saya tipe yang ngga suka berlama-lama bolak-balik sana sini kalau belanja. Beli beli, nggak nggak. Jadi perempuan harus tegas! *eh)

Sampe rumah, browsing resep di cookpad atau instagram, lalu (belajar) masak sendiri. Goreng sendiri. Numis sendiri. Ngulek cabe sendiri. Ah, semua sendiri.

Di sisi lain, masak sendiri itu ternyata enak! (tuh kan norak)

Kenapa? Karena saya suka makan dan sekarang saya bisa masak makanan yang saya suka. Selera saya gitu lho. Masakan yang mungkin selama ini cuma bisa diimpikan aja di kepala karena bukan saya yang jadi tukang masak di rumah dan juga terlalu malas untuk merealisasikannya.

Betapa rindunya saya sama ikan pindang kecap emak di kampung. Nah, kemarin saya buat sendiri. Betapa pinginnya saya makan ikan lele pakai sambal terasi. Maka, kemarin saya buat pecel lele dengan sambel belacan semangkok. Kalau emak atau kakak tahu saya makan sambel sebanyak itu, pasti mereka bilang, "Ih, ga kasian ini sama perutnya!" atau "Sejak operasi sulam bibir, jadi kebal sama cabe kau ya, Dek!". Dan itu semua saya balas dengan cengengesan paling manis yang saya punya.

kebanyakan terasi!
Tapi untungnya, meskipun rupa masakan saya ndak karuan, alhamdulillah hasilnya enak. At least, enak di lidah saya sendiri. Karena sebenarnya, sebelum peristiwa kesendirian ini, saya adalah juru icip di rumah. Kalau kakak tiba-tiba galau masakannya enak atau nggak, selalu panggil saya buat icipin. Dan dengan tega saya bilang, "Keasinan!" atau "Ga ada rasa!" atau "Oke, enak kok!". Saya terlihat seperti juri di masterch*f yang ahli dalam masakan. Padahal aslinya saya cuma ngerasain enak gak di lidah saya.

Kalau mereka tahu saya masak sendiri, pasti pada pasang muka terkejut ga percaya. Sama terkejutnya ketika dulu saya bilang via telepon, "Mak, awak bawa kereta (motor) ke kampus" atau "Mak, Ida sekarang jualan jilbab". Yang endingnya adalah petuah seperti, "Yauda, hati-hati ya bawa keretanya". Dan besok-besoknya saya kecelakaan nyerempet mobil. Atau "Yauda, jualannya jangan sampe ganggu kuliahnya ya", dan sampai hari ini saya belum tamat kuliah (tapi yang ini bukan karena jualan loh ya! beneran!). Ah, emak. Kurindu petuahmu~

Selain masak sendiri, saya harus nyuci dan nyetrika sendiri (ini udah dari dulu keleus! gosah lebay!). Eh, maksudnya bersihin rumah sendiri. Nyapu ngepel sendiri. Nyabutin rumput di halaman depan sendiri. Ngutipin sampah sendiri.

Tapi anehnya, saya jadi (agak) rajin ketika sendirian. Dan hasilnya, rumah jadi lebih bersih dan tertata rapi. Dan ini cuma berlangsung beberapa hari.

Mungkin karena mindset saya berpikir, "Kalau bukan kau, siapa lagi cobak yang ngurus rumah, Da!". Ya, mungkin.

Tapi sejujurnya, saya benar menikmati kesendirian. Karena itu artinya, saya punya me-time yang lebih banyak dari sebelumnya. Jadi punya banyak waktu buat muhasabah (plus bermalas ria tanpa ada yang ngomelin, wkwk).

Oke, segitu aja.

Ga penting amat ya postingan kali ini. Mohon maaf karena telah menyia-nyiakan waktu Anda. Kan udah saya bilang jangan dibaca, tapi teteup aja ngotot mau baca.

Happy weekend, Geng! Stop galau! :)


*nb: post ini sewaktu-waktu akan dihapus jika saya sudah tidak alay lagi*
*dan akan di-publish lagi kalau saya tetiba alay lagi*

Komentar

Postingan Populer