Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Review Buku SUM



Btw, ini janji yang sempat terlontarkan di akhir postingan Jodoh yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu. Review buku Saatnya Untuk Menikah (SUM). Huft.

Fyi, saya ikutan challenge baca 20 buku per tahun yg diadain @lapakbuku_kita. Dan setiap selesai satu buku harus diupload dan tulis review-nya. Itu review buku SUM saya anggurin dan baru saya upload berhari-hari setelah saya selesai baca bukunya.

Dan... Tarra! Inilah reviewnya.

*start review*

📑 Judul buku : Saatnya Untuk Menikah
👨 Penulis : Mohammad Fauzil Adhim
🏬 Penerbit : Pro-U Media
🚩 Jumlah halaman : 270 halaman

Tenang, buku ini sama sekali tidak buat baper. Penjelasan yang sederhana, runut, dan terperinci dari Ustadz Mohammad Fauzil Adhim membuat kita bisa memahami dengan mudah tentang ilmu seputar pra nikah.

Buku ini dibagi menjadi beberapa bab yang secara keseluruhan menjawab keraguan para jofisa (jomblo fii sabilillah) dalam proses sebelum momen "qabiltu". Salah satunya masalah nadzhar (melihat calon pasangan sebelum menikah). Penulis buku ini menjelaskan hingga rinci mengapa nadzhar itu begitu penting, dan sama sekali tidak bertentangan dengan perintah menundukkan pandangan.

Ditambah lagi tentang sumber informasi, orang yang kita percaya bisa mendeskripsikan karakter si calon secara objektif. Pemilihan sumber informasi ini juga penting. Justru penulis menyarankan untuk bertanya pada orang yang pernah terlibat konflik dengan si calon. Karena biasanya dia yang pernah terlibat konflik dengan seseorang bisa menilai lebih objektif tentang seseorang tersebut. Jadi, bukan yang baik-baiknya saja yang perlu diketahui, justru harus tahu yang buruk-buruknya.

Di buku ini, penulis begitu berhati-hati dan sangat rendah hati dalam memaparkan dalil naqli, khususnya hadits dan tafsirannya. Setiap bab selalu diakhiri dengan permohonan ampun, maaf, dan do'a pengharapan yang jarang sekali saya temui dalam buku-buku yang lain.

Ada yang berpikir aneh ketika tahu saya membaca buku ini?

Tenang. Ini hanya sedikit upaya penggalian ilmu tentang masa depan. Sebab kata Ustadz Mohammad Fauzil Adhim, ilmu tentang pernikahan itu tidak cukup hanya dengan datang dari seminar ke seminar. Apalagi baru mulai cari ilmu setelah sudah dilamar.

Wallahu a'alam bishshawwab.

*end review*

Apa yang terjadi setelah saya upload review ini di Instagram?

Kirain bakal di-bully. Ternyata ngga. Soalnya paragraf terakhir di review itu adalah tameng yang saya ciptakan untuk menghindari per-bully-an. Wkwk.

Sampai pada suatu bincang-bincang dengan adik-adik kelas, salah satu dari mereka bertanya.

"Jadi kakak udah siap kali lah ya?"

Kerongkongan saya tercekat. Siap kali apaan. Dikira mereka saya udah SKM (siap kali menikah). No! Ini cuma sedikit persiapan diri yang muncul ke permukaan dari banyaknya persiapan lain yang saya juga mungkin belum lakuin. Mana bisa siap tidaknya seseorang menikah diukur hanya dari upload foto buku tentang pernikahan. Hellow~

Lagian, saya ingin mendobrak stigma malu-malu meong temen-temen yang sebenarnya udah pengen nikah tapi malu ngakuin dan belum ada persiapin ilmunya. Jadi hadirlah saya untuk menyadarkan kalian hai para gadis dan jejaka bukan untuk memotivasi nikah muda, sebab saya juga belum menikah. Hanya untuk menyadarkan bahwa menggali ilmu penyempurna separuh agama itu penting. Dan harus dibarengi dengan upaya perbaikan diri terus menerus. Hafalan udah sampai mana? Ibadah masih bolong-bolong ga? Tilawahnya udah nusuk ke hati belum? Sholat tahajud pernah tinggal? *lagi nampar diri saya sendiri*

You got the point?

Semoga paham lah ya dengan postingan ga jelas ini. Dan satu hal yang harus dicamkan. Ini BUKAN KODE. Bukan sama sekali. Kalo ngode mah ke Allah aja kali. Ga banget ngode ke manusia yang hatinya mudah terbolak-balik.

Allah yang paling ngerti mana yang terbaik untuk hamba-Nya. Pertaruhkan saja masa depan kita pada-Nya.

©idamysari | 170408

Komentar

Postingan Populer