Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Ayam Kampung



Belajarlah tumbuh dan berkembang dari seekor ayam kampung. Yang berkelana kemana ia mau. Makan dari rizki yang Allah tebarkan di bumi. Tidur dimana instingnya membawanya tidur. Kadang pulang ke rumah, kadang menginap di kandang tetangga, meski peternaknya heboh mencari kesana-kemari sebelum maghrib tiba. Usianya seimbang dengan kuatnya fisik dan mapannya jiwa. Ia hidup, tumbuh, dan berkembang secara alami, kemana diri dengan bimbingan Rabb dan ikhtiar peternaknya membawa pergi.

Jauh berbeda dengan seekor ayam broiler. Ia tak tahu caranya mengais tanah mencari makan. Tak merasakan nikmatnya berteduh di bawah pohon kala hujan. Tak mengerti kelimpungan peternaknya mencari-cari saat ia 'mabit' di kandang tetangga. Yang dipahaminya hanyalah ia lahir dan bertumbuh di sepetak kandang dengan saudara kembar yang amat banyak. Pada jam tertentu diberi makan lalu disuntik vitamin. Pada hari tertentu tubuhnya menjadi besar. Tubuh besarnya rentan penyakit, jiwanya mudah stres, insting petarungnya tak muncul. Lalu esoknya ia tak lagi berada di kandang rumahan, tapi sudah dijajakan di pasar dengan harga yang murah.

Sungguh miris si ayam broiler. Di usia kanak dipaksa tumbuh demi kepentingan ekonomi dan wirausaha.

Lantas, jika hari ini ada yang bertanya : apakah kita bisa tumbuh dan berkembang dengan sebuah paksaan? Maka jawabnya, tentu saja bisa. Tapi nasibnya kemungkinan besar tak jauh beda dengan nasib ayam broiler.

Apalagi menumbuh kembangkan seorang manusia yang memiliki hati. Yang hatinya dan hati kita berada di jari-jemari Allah. Apakah kita punya hak untuk memaksa, meskipun itu sebuah kebaikan?

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّين ... (QS. Al Baqarah : 256)

Wallahu a'alam bishshawwab.
.
.
©idamysari | 170331
—di Medan ga nemu ayam kampung, artinya besok harus pulkam—

Komentar

Posting Komentar

jangan sungkan untuk berkomentar ya :)

Postingan Populer