Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Coding

Coding mengajarkan kita untuk sabar, tekun, teliti, tidak gampang menyerah, dan tidak cepat menyalahkan orang lain. Untuk hasilkan output tertentu, tidak hanya bisa dilakukan dengan satu cara. Setiap orang punya cara sendiri, algoritma sendiri, dan semuanya benar. Tinggal kita yang memilih mana yang paling efektif dan efisien.


Sebuah mementum kepercayaan diri dalam dunia per-coding-an seorang gadis dimulai dari code yang sederhana di atas. Bukan, bukan karena banyak bintang-bintang sebagai pengganti 'bintangnya'. Tapi karena hal yang selama ini ia coba pura-pura pahami, kini ia benar pahami secara utuh. Hal yang selama ini ia pura-pura cintai, kini benar ia cintai. Dan hal yang selama berbelas tahun pernah ia cintai, kini benar tak berbekas dalam hatinya.

Ia adalah seorang yang baru. Yang tak lagi gamang melafazkan kata bintang. Karena ia tahu. Hatinya benar sudah utuh. Hatinya benar sudah sembuh. Banyak bintang lain yang kini menghibur malam sunyinya. Banyak langit lain yang kini bersedia memancarkan biru siangnya. Meski berulang kali ia telah pamit pada gugusan manapun. Ia tak benar-benar pergi. Ia hanya sedang mengunci dan menata kembali sebuah hati.


Meracau parau pada pagi berselimut embun,


Ida Mayasari

Komentar

Postingan Populer