Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Cerita Sebuah Kapal



Ada yang mulai mengiris ulu. Sebuah kiriman sembilu, yang ternyata dikirim dari saudara sedarah satu tempat berteduh. Bukan, ini bukan sebuah pengkhianatan atau munculnya perang dingin kebisuan. Ini tentang sebuah perjuangan. Ketika kita memandang dari sudut berbeda, benar ini sesuatu yang harus diperjuangkan.

Sepertinya masih terasa rembesan hangat mengalir dalam hati kita beberapa hari yang lalu. Bukan darah, hanya air saja. Akibat lubang kapal yang ternyata bertambah, hingga rembesannya mulai menyebar kemana-mana. Tentang perompak yang terkurung dalam jeruji besi dek kapal, yang harus menambah lubang agar bisa terbebas dan berniat membantu agar kapal tidak tenggelam. Ternyata lubangnya sampai hari ini, bahkan sampai kapanpun, tak akan tertutup seperti sedia kala.

Lalu tanpa kita duga, tidur siang kita hari ini benar-benar tak nyenyak. Ada yang menggedor-gedor dinding dek sebelah. Kapal ini masih berlubang dan sedang merembes airnya. Goncangan cukup hebat itu membangunkan sebagian besar penghuni kapal, membuat kapal sedikit oleng, dan rembesan semakin deras. Kapten-kapten tengah mengondusifkan keadaan, tapi sekelompok penghuni yang tampaknya mereka salah satu pejabat kerajaan mulai bosan dengan suasana kapal yang sepertinya semakin tidak tahu kemana arah tujuan. Mereka menghentakkan kaki, menumbuk dinding kapal, berkelakar tanpa batas, hingga penghuni kapal yang selama ini tertidur pulas, merasa harus terbangun dan bergabung dengan keramaian.

Ini bukan tentang perompak lagi. Atau tentang para pejabat kerajaan yang sedang berusaha mengacaukan konsentrasi kapten-kapten. Sekali lagi, ini tentang sebuah perjuangan.

Lautan terasa semakin ganas. Malam ini sepertinya akan ada badai. Entah sudah berapa lama kapal ini dan kita, terkatung-katung di lautan. Tapi yang pasti kelak kapal ini akan sampai. Walau umur kita tidak sampai, kita mati di atasnya, dan harus dibuang ke lautan. Kelak kapal akan sampai pada dermaga tujuan.

Malam ini sepertinya akan panjang. Akan ada banyak tambahan do'a yang berpilin ke angkasa mengalahkan bintang-bintang. Akan ada banyak lantunan tilawah yang menggemakan. Akan ada sujud-sujud yang juga semakin panjang. Dan tangisan yang sepertinya lama teredakan. 

Semoga penghuni dek sebelah juga semakin pendek tidur malamnya dan esok mau ikut menambal lubang yang mereka ciptakan. Semua harus berjuang. Sebab ini adalah sebuah perjuangan.

Menjadi kuatlah. Kapal kita akan sampai.



salam semangat bersama butiran bening perjuangan yang mengalir
dan sulit terhentikan,



Ida Mayasari,
tukang cuci piring di dapur kapal


Komentar

Postingan Populer