Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Tiba-Tiba Aku Rindu

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Masih teringat kala itu, tahun pertama masa perkuliahan. Kau dan aku bergabung dalam lingkaran cinta kita. Hingga hanya tersisa aku dan kau yang kini masih bersama. 

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Masih jelas dalam memoriku. Setahun yang lalu, dalam dauroh sepuluh hari itu. Ada yang bilang, kita belum mengenali seseorang hingga kita bermalam bersamanya. Dan tak ada yang berubah darimu. Kau tetaplah dirimu yang aku kenal bahkan sebelum menginap itu.

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Aku belajar banyak dari dirimu. Kau jelas lebih berpengalaman soal wirausaha dibanding aku. Dahulu aku malu-malu ketika mulai menjajakan jualan. Tapi ceritu berjualanmu dahulu begitu menyentuh hingga egoku mulai luruh.

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Jelas kejadian yang satu ini tak akan bisa aku lupakan seumur hidupku. Ketika itu, kita tak tahu harus mencari uang kemana untuk bisa 'survive' di akhir dauroh sepuluh hari. Lalu, dengan malu-malu kita datangi rumah makan itu. Menawarkan diri mencuci piring untuk diupah seikhlas hati oleh pemiliknya. Maka saat itu aku benar ingin memelukmu penuh dan menangis haru. Baru kali itu aku menemukan teman seperjuangan yang mau melewati masa sulit bersama.

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Karakter dirimu dan diriku kadang sama, namun tetap berbeda. Maka, kadang juga terjadi perselisihan di antara kita. Maafkan si bungsu ini yang sering merepotkanmu, si sulung. Tapi kumohon, biarkan aib-aibku itu hanya kau yang tahu. Tolong tunjukkan kesalahanku dengan bahasa hatimu.

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Apakah kau menggumam, kenapa aku tiba-tiba jadi baper begini. Sebab aku mencintaimu karena Allah, Sahabatku. Jika yang lain bisa begitu terangnya menyatakan cinta pada saudarinya, maka tidak denganku dan kau. Begitulah nasib anak keras kepala seperti kita. Peduli tapi enggan mengungkapkan isi hati.

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku. Semoga kau juga mengingat momen-momen itu dan bisa membantuku menyebutkan lagi momen berkesan lainnya satu per satu. Agar semakin menghujam ukhuwah kita. Agar bisa aku menemukanmu dan kau menemukanku di jannah-Nya kelak. 

Tiba-tiba aku merindukanmu, Sahabatku.
Semoga kau juga begitu.

foto dari gaulfresh.com



Untukmu Sahabatku, Atika Rahayu

Dari aku yang tengah merinduimu, 



Ida Mayasari
15/7/16, tengah malam syahdu

Komentar

Postingan Populer