Langsung ke konten utama

Unggulan

Punya Anak

Well, meskipun aku (merasa) sudah siap untuk punya anak bahkan sejak sebelum menikah, agaknya gamang juga ketika sekarang sedang mengandung janin 9 minggu. Sampai beberapa hari yang lalu. Aku nangis sesegukan karena teringat sama salah satu jama'ah masjid yang sekarang hidup sendiri pasca suaminya meninggal dunia dan mereka tidak memiliki anak. Walau tetap Allah jua lah yang menakdirkan kita diamanahkan anak atau tidak, tapi perasaanku melihat para janda yang tinggal seorang diri ini jadi kalut. Pasti sepi. Sendiri. Butuh teman. Aku yang juga dulu pernah punya tetangga dekat yang sama persis kondisinya dengan si ibu. Jadi, tahu persis bagaimana keseharian mereka. Sejak saat itu, aku sadar bahwa punya anak itu karunia yang sangat besar dari Allah. Pantaslah memang anak ini disebut sebagai qurrata a'yun (penyejuk mata) bagi orang tuanya. Investasi akhirat. Setidaknya, ada yang bisa dihubungi kalau kita kesepian di masa tua nanti. Makin degdegan menuju HPL 27 Oktober

Sebuah Perjalanan (4)

Masih 13 Februari 2014

Madinah Al Munawwarah.
Betapa aku rindu. Musim-musim haji atau kumpulan foto di tanah suci membuat selaksa rindu bersemi memadu. Rindu pengen ke tanah suci lagi. Yauda, kita lanjutin aja ya cerita sebuah perjalanan ini. 

Dzuhur pertama di Madinah. Indahnya. Selesai Dzuhur, kita balik ke hotel. Nama hotelnya Al Fairus gitu, lupa apa nama lengkapnya. Makanan udah tersedia di ruang makan. Letak ruang makan di lantai 2 hotel. Sedangkan kamarku dan mamak, juga Ida dan mamaknya, dan nek Saidah yang juga sekamar dengan kita berempat, ada di lantai 8. Abis letakin mukena, kita langsung ke ruang makan. Makan besar.

Aku masih terbayang roti sejenis Kebab yang kumakan dalam keadaan dingin di Oman. Kebab yang dikasih dari Oman Air. Yang bau rempahnya terasa sekali, dan aku mau muntah ketika makannya. Kini bau-bau rempah lenyap sudah. Yang ada di sini, makanan khas Asia Tenggara. Indonesia terutama. Meski di sebelah, ada juga rombongan dari Malaysia. Hari itu, makannya terasa indah. Enak. Sangat enak. Ruang makan juga sangat ramai, sangat sibuk.

Lalu, menjelang Ashar kita sudah ke masjid. Selesai Ashar, kita memutuskan untuk jalan-jalan ke Bin Dawd, sejenis pertokoan di pinggiran masjid Nabawi. Ramai sekali, seperti pajak. Hampir semua barang ada dijual disini, terutama souvenir, kurma, minyak wangi, dan pakaian.
Bin Dawd
Emak gue alias Mamak tidak hobi berbelanja yang tak perlu. Jadi, Mamak cuma tuker uang dari rupiah ke riyal aja. Kita cuma liat-liat dan jalan-jalan. Masih ada esok hari untuk belanja. Akhirnya, menjelang sore, kita foto-foto dulu di bawah payung besar masjid Nabawi yang tengah tertutup. Sinar matahari menghangatkan musim dingin di tanah Arab sore itu.

Malam pertama di Madinah kami habiskan di sebuah tempat berdo'a yang mustajab, Raudhatul Syarifah, taman-taman surga. Jadi, Raudhah ini adalah makamnya Rasulullah yang berlokasi di rumah beliau. Dahulu, rumah beliau dekat sekali dengan Masjid Nabawi. Sekarang, rumah beliau sudah masuk bagian dari Masjid Nabawi sendiri. Jadi, Masjid Nabawi yang asli zaman dahulu itu ditandai dengan kubah berwarna hijau. Di sinilah peradaban baru itu dibangun. Di sinilah ekspansi dakwah itu mulai dikonsep. Masya Allah... Luar biasa buanget bisa menyusuri salah satu jejak Rasulullah!

Cerita mengenai Raudhah pernah kutulis secara khusus dalam tulisan ini : Raudhah
Silakan dibaca sendiri.


14 Februari 2015

Hari-hari di Madinah selanjutnya diisi dengan rutinitas hotel dan masjid. Dan rutinitas ini tak pernah menjemukan, namun cukup menguji kesabaran, khususnya untuk aku sendiri. Jadi, mulai di Madinah, aku terserang gatal-gatal di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan oleh suhu Madinah yang terlalu dingin di rasa oleh kulitku, karena memang di sana saat itu sedang musim dingin. Kulitku yang tak cocok dengan suhu yang terlalu panas atau terlampau dingin ini, menolak untuk bertahan. Hingga muncullah bercak-bercak merah di beberapa bagian di tubuhku disertai rasa gatal nyelekit yang kadang mengacaukan konsentrasi terutama ketika sholat di masjid. 

Untuk mengurangi rasa gatal yang mulai parah, akhirnya Babeh memutuskan untuk membeli obat penghilang rasa gatal. Ditemani oleh Ustad Zainuddin, ustad yang membimbing rombongan umroh kami, Babeh membeli obat di apotik dekat hotel. Tanpa ragu, aku minum saja obat itu. Tapi, nampaknya obat gatal berupa tablet tersebut tidak memberikan efek sama sekali. Gatal-gatalnya semakin parah. Huaaaa...  Tapi tak apa, penyakit ini semoga jadi penggugur dosaku. Aamiin.

Di sela-sela waktu luang selama di Madinah, aku dan Mamak, juga beberapa jama'ah satu rombongan menghabiskan waktu dengan melihat-lihat 'pasar kaget' di area luar Masjid Nabawi. Yang berjualan kebanyakan orang-orang berkulit hitam yang juga memakai busana serba hitam. Namun, ada juga pedagang jilbab yang berasal dari Indonesia. Barang-barang yang dijual biasanya berupa jilbab dan souvenir. Barang-barang dijual dengan dihamparkan begitu saja oleh para pedagang di emperan toko maupun jalanan di luar masjid. Ada peristiwa unik yang terjadi ketika suatu hari kami sedang melewati pasar kaget tersebut hendak menuju masjid untuk sholat Dzuhur. Tiba-tiba saja, ada suara-suara gaduh yang membuat suasana pasar menjadi riuh. Ternyata, suara-suara itu berasal dari petugas-petugas keamanan (kalo di Indonesia namanya satpol PP) yang mengamankan pedagang-pedagang kaki lima. Jadi, sebenarnya mereka (read : pedagang kaki lima) tidak boleh berjualan di area tersebut karena dikhawatirkan akan mengganggu para jama'ah menuju masjid Nabawi. Aku tidak bisa melupakan ekspresi panik pedagang-pedagang tersebut. Para pedagang ini secara tergesa-gesa mengemas barang-barang jualan mereka dan berlarian menyelamatkan diri. Aku merasa iba pada para pedagang-pedagang itu sekaligus setuju dengan apa yang petugas-petugas lakukakan. Haduh, galau.

Ada kisah unik lainnya yang tak boleh aku lewatkan di sini. Suatu ketika, aku diminta untuk menemani salah satu jama'ah berbelanja di pasar tersebut. Sebut saja nama beliau Bu Atik. Bu Atik, seorang wanita berusia kira-kira 40-an tahun yang usia anak pertamanya katanya sebaya denganku, berencana membeli minyak wangi titipan suaminya, dan Al-Qur'an untuk dihibahkan ke masjid. Kala itu, ketika kami berdua sedang memilih-milih minyak wangi, Bu Atik berkata, "Ida baik sekali mau menemani Ibuk. Semoga nanti Ida dapat jodoh yang baik juga, ya." Aku sontak terkejut dan terbengong mendengar apa yang Bu Atik sampaikan. Aku menjadi begitu malu sekaligus canggung. Lalu Aku menjawab, "Hehe. Masih lama, Bu. Tapi, Aamiin... Semoga do'a Ibuk terkabul." "Iya. Mumpung lagi di tanah suci. Semoga do'anya dikabulkan oleh Allah." Dalem hati, aku ga berhenti ucapin "Aamiin.. Aamiin.. Aamiin, ya Rabb..".

15 Februari 2015

Hari terakhir di Madinah, kami berkunjung ke masjid pertama yang didirikan oleh Rasulullah di Madinah. Hayo, masjid apa? Ya, masjid Quba. Masjid berusia ratusan tahun ini begitu gagah. Berwarna putih bersih dengan pohon kurma di sekitar masjid. Lumayan, untuk tempat berteduh di terik matahari kota Madinah. Lho, tapi sedang musim dingin. Kenapa panas? Ya, memang sedang musim dingin. Tapi ini di akhir musim dingin. Sebentar lagi, Arab akan memasuki musim panas kembali. Oleh karena itu, ketika pagi menuju siang hari, terik matahari mulai terasa. 
masjid Quba tampak depan diambil dari dalam bis,
pohon kurma ada di sisi belakang masjid
Masjid Quba ramai sekali. Untuk parkiran kendaraan saja, disediakan lahan berhektar-hektar. Parkiran berada di belakang masjid. Jadi, dari sisi belakang masjid, kami bergerak menuju pintu utama masjid. Untuk menuju pintu utama masjid, kami harus berjuang berdesakan bersama jama'ah-jama'ah dari berbagai negara. Ramai sekali. Dan aku, yang harus menjaga kebersihan dan kesucian secara ekstra karena sesuatu hal, harus ke kamar mandi dahulu untuk berwudhu. Selesai wudhu, kita berjejalan lagi dengan jama'ah lain menuju pintu masuk masjid Quba sambil harus menjaga wudhu. Akhirnya sampai juga. Ternyata masjid ini ada dua lantai. Lantai satu sudah dipenuhi oleh jama'ah. Akhirnya, kita memutuskan untuk sholat di dalam masjid, tapi bukan di dalam yang ada sajadahnya. Bisa dibilang, kita sholat di dekat tangga menuju lantai dua. Anehnya, saat itu kenapa kita ga ke lantai 2 aja ya? Mungkin karena kondisi yang begitu mendesak, jadi kita ingin cepat selesai dari kehingar-bingaran tersebut. *apaaan sih*

Selesai sholat, kita kembali ke sisi belakang masjid, dan harus melewati kerumunan itu lagi. Ya, berjejal-jejalan lagi. Sampai di belakang, akhirnya ketemu dengan kawan-kawan satu rombongan. Dan tak lupa pula kami berfoto-foto di sini. Ada foto yang menurutku paling bagus selama perjalanan umrah ini. Fotoku bareng Mamake dan Babeh.
Mamak dan Babeh keliatan bahagia banget
Setelah ke masjid Quba, kami mengunjungi salah satu kebun kurma di Madinah. Wah, senang sekali rasanya bisa menyambangi perkebunan kurma langsung. Bentuk pohon kurma yang mirip dengan pohon kelapa sawit ini mengingatkanku dengan suasana kampung halaman yang banyak pohon sawitnya. Di salah satu kebun yang kami sambangi, terdapat juga toko yang menjual berbagai macam kurma dan makanan khas Arab lainnya. Aku sendiri membeli sekitar 5 kg coklat dan beberapa kg kurma di toko tersebut sebagai oleh-oleh untuk teman-teman di tanah air. Setelah diteliti, ternyata coklatnya bukan buatan Arab, tapi buatan Turki. Tak apa lah, yang penting dibelinya di Arab. Hahaha.

Setelah puas di kebun kurba, kami melewati sebuah bukit tempat dimana perang besar dahulu terjadi. Perang dimana pasukan muslimin ketika itu berada pada titik hampir menang. Namun, karena pasukan pemanah yang ditugaskan Rasulullah di atas bukit ini, turun ke bawah karena tergiur dengan ghanimah (harta rampasan perang), akhirnya pasukan musliminpun harus mendapat kekalahan. Banyak sekali sahabat yang syahid ketika perang ini, termasuk paman Rasulullah, si Singa Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib. Hayo, perang apakah ini? Ya, perang Uhud. Dan bukit yang kami lewati (hanya lewat) ini, adalah bukit Uhud. Kami lihatnya dari jarak yang jauh, jadi bukitnya kelihatan kecil. Alhamdulillah, ada kamera yang bisa di-zoom. 
bukit Uhud beratus tahun setelah perang Uhud
Sampai di sini, berakhirlah perjalanan kami selama di Madinah. Kami harus segera kembali ke hotel untuk berkemas dan bersiap-siap menuju Makkah Al Mukarramah. 

See you di postingan selanjutnya!

:)

Komentar

Postingan Populer